MoneyTalk, Jakarta – Masuknya Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan di kabinet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mengejutkan banyak pihak. Penunjukan ini mencatatkan Sri Mulyani sebagai salah satu Menteri Keuangan RI yang bertahan di tiga masa pemerintahan yang berbeda, dengan konsistensi dalam pendekatan kebijakan fiskal dan makroekonomi.
Banyak ekonom dan pengamat politik awalnya memperkirakan bahwa Prabowo akan membawa sosok baru yang dianggap lebih sejalan dengan mazhab ekonominya. Namun, keputusan ini justru menandai eksistensi Sri Mulyani yang terus mendapat tempat, bahkan dalam pemerintahan yang dianggap memiliki pandangan ekonomi berbeda.
Mengapa Prabowo Memilih Sri Mulyani Lagi?
Dalam beberapa kesempatan, Prabowo diketahui cukup kritis terhadap pendekatan ekonomi neoliberal yang dianggap sering sejalan dengan kebijakan yang didukung lembaga-lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Sri Mulyani yang pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana di Bank Dunia, sering kali dikaitkan dengan pendekatan yang dianggap lebih pro-pasar. Keputusan Prabowo ini kemungkinan merupakan strategi untuk memperkuat stabilitas keuangan Indonesia di tengah gejolak global yang terus berkembang.
Sejumlah analis, seperti yang dibahas dalam Podcast PHD 4K pada selasa (29/10) oleh Poempida Hidayatulloh, menyebutkan bahwa Prabowo “terpaksa” mempercayakan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan untuk menjaga dukungan dari lembaga internasional. Dengan semakin meningkatnya ketegangan geopolitik global dan persaingan dua kutub ekonomi (BRICS vs IMF), keberadaan Sri Mulyani di kabinet Prabowo dapat dilihat sebagai upaya kompromi dengan pihak internasional untuk menjaga posisi Indonesia di tengah kedua kekuatan besar ini.
“Mazhab Sri Mulyani” dan Sapuan di Sekitar Prabowo
Menariknya, Prabowo justru disinyalir melakukan sapuan terhadap orang-orang di sekitarnya yang sebelumnya mendukung mazhab ekonomi yang berseberangan dengan Sri Mulyani. Menurut Yanuar Rizky, pengamat ekonomi yang menjadi narasumber dalam podcast tersebut, Prabowo melakukan “pembersihan” ini sejak September, yang ditandai dengan serangkaian pertemuan intensif di bawah kepemimpinan Sri Mulyani. Bahkan dalam suatu forum di luar negeri, Sri Mulyani secara khusus terlibat dalam upaya memperkuat kerja sama dengan lembaga keuangan internasional yang dianggap sebagai sinyal kuat pengaruhnya di kabinet.
Yanuar juga menyoroti bahwa pengaruh Sri Mulyani didukung oleh peran pentingnya dalam perumusan kebijakan fiskal global, termasuk dalam evaluasi Bretton Woods Agreement yang digagas IMF. Keterlibatan Sri Mulyani dalam agenda besar internasional ini membawa dampak strategis bagi posisi Indonesia. Dengan kata lain, Prabowo mungkin merasa tidak punya banyak pilihan, karena pengaruh Sri Mulyani di kancah global justru bisa memberikan perlindungan bagi stabilitas ekonomi Indonesia.
Tantangan dan Keuntungan Prabowo dengan Kebijakan ini
Prabowo tampaknya sadar bahwa tidak melibatkan Sri Mulyani atau orang-orang seideologisnya bisa membawa tantangan besar bagi stabilitas keuangan Indonesia. Beberapa ekonom menyebut, ketegangan geopolitik antara BRICS dan IMF bisa berdampak pada nilai tukar rupiah dan suku bunga. Sebagai negara dengan utang yang relatif besar, perubahan kebijakan fiskal secara drastis tanpa keterlibatan sosok seperti Sri Mulyani bisa memicu kekhawatiran pasar.
Di sisi lain, keputusan ini juga berpotensi memberikan dampak positif. Prabowo, melalui sosok Sri Mulyani, dapat memproyeksikan citra stabilitas dan kenyamanan bagi investor internasional. Pada akhirnya, keputusan ini dapat menjaga Indonesia dari gejolak yang tidak perlu di pasar global, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi di masa depan.
Antara Kepentingan Internasional dan Nasional
Penunjukan Sri Mulyani merupakan langkah strategis yang menyiratkan pemahaman Prabowo terhadap kebutuhan kompromi di sektor keuangan. Meski bertolak belakang dengan prediksi awal bahwa Prabowo akan membawa sosok yang lebih pro-ekonomi lokal, pilihan ini mencerminkan kepekaan terhadap dinamika global. Dalam konteks ekonomi dan politik internasional yang semakin kompleks, kebijakan Prabowo ini dapat menjadi upaya untuk menjaga keseimbangan ekonomi Indonesia, di antara pengaruh besar lembaga internasional dan kebutuhan domestik.
Keputusan ini mencerminkan strategi dualisme Prabowo: ia mengambil posisi domestik yang kuat, namun tetap menempatkan sosok dengan kredibilitas global dalam kabinetnya.(c@kra)