MoneyTalk, Jakarta – Kasus kontroversial terbaru melibatkan canda politikus calon Wakil Gubernur Jakarta, Suswono, yang menyarankan janda kaya untuk menikahi pria pengangguran. Candaan ini mendapat reaksi dari Ormas Betawi Bangkit, yang memandang pernyataan Suswono sebagai bentuk penistaan agama.
Sebagai tanggapan, mereka melaporkan Suswono ke Bawaslu DKI Jakarta pada Selasa (29/10/2024), yang kini ditangani Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Namun, perwakilan masyarakat Betawi lain, Mus Gaber, Ketua Kerukunan Jawa Tulen Daerah Khusus Jakarta, menyampaikan bahwa laporan ini adalah respons emosional dan tidak mencerminkan pendapat keseluruhan masyarakat Betawi.
Laporan Ormas Betawi Bangkit dipicu oleh pernyataan Suswono yang mengaitkan saran pernikahan janda kaya dengan pemuda pengangguran dalam konteks sejarah pernikahan Siti Khadijah dengan Nabi Muhammad SAW. Dalam pandangan Ormas Betawi Bangkit, pernyataan ini dianggap melanggar norma agama, sehingga memutuskan melapor ke pihak kepolisian. Namun, karena Suswono adalah peserta pemilu, laporan dialihkan ke Gakkumdu yang menangani pelanggaran dalam konteks pemilu.
Meskipun Suswono telah menyampaikan permintaan maafnya di media sosial, Ketua Umum Ormas Betawi Bangkit, David Darmawan, menegaskan akan terus memproses laporan tersebut. Menurutnya, pernyataan Suswono tidak hanya bercanda, tetapi dinilai berpotensi merendahkan nilai-nilai yang mereka anggap sakral.
Bukan Sikap Keseluruhan Warga Betawi
Di tengah kontroversi ini, Mus Gaber, Ketua Kerukunan Jawa Tulen Daerah Khusus Jakarta, mengingatkan publik bahwa laporan Ormas Betawi Bangkit bukanlah representasi dari keseluruhan warga Betawi. Ia menyebutkan, sikap emosional dalam menangani sebuah pernyataan publik sering kali dapat mengaburkan perspektif dan malah memicu masalah yang lebih besar.
“Laporan ini merupakan bentuk ekspresi dari sebagian individu dalam Ormas Betawi, bukan keseluruhan masyarakat Betawi. Warga Betawi pada umumnya menghargai tradisi dan nilai luhur mereka, namun tetap memahami bahwa dalam berpolitik, kritik dan candaan adalah bagian dari dinamika yang seringkali tidak harus dibawa ke ranah hukum,” ujar Mus Gaber dalam wawancara pada Kamis (31/10/2024).
Kajian Bawaslu dan Sikap Gakkumdu Bawaslu DKI Jakarta mengonfirmasi laporan resmi dari Ormas Betawi Bangkit dan menyebutkan akan memulai kajian awal untuk menilai apakah ada pelanggaran hukum pemilu dalam pernyataan Suswono. Komisioner Bawaslu DKI, Benny Sabdo, menyampaikan bahwa proses ini sedang berlangsung, namun belum ada batasan waktu yang jelas karena masih dalam tahap kajian awal.
Dalam hal ini, Sentra Gakkumdu yang terdiri dari Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan akan menjadi pihak yang menentukan langkah hukum selanjutnya, dengan memperhatikan kepatutan serta konteks dari pernyataan tersebut.
Pernyataan Mus Gaber mencerminkan adanya kesadaran di kalangan masyarakat Betawi bahwa tidak semua persoalan politik atau perbedaan pandangan harus ditanggapi dengan pendekatan hukum. Banyak pihak dalam komunitas Betawi memandang bahwa kasus ini sebaiknya diselesaikan secara damai, terutama mengingat Suswono telah meminta maaf secara terbuka.
Menurut beberapa tokoh masyarakat Betawi, konflik yang bersifat emosional dapat memperburuk situasi dan merusak citra masyarakat Betawi sebagai komunitas yang menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal, toleransi, serta persatuan. Mereka merasa bahwa penyelesaian yang bijak adalah dengan mengedepankan dialog daripada memperpanjang kasus ini ke jalur hukum, yang mungkin memakan waktu dan energi yang tidak perlu.
Pandangan Mengenai Candaan dalam Politik Kontroversi ini juga memunculkan perdebatan mengenai peran candaan dalam politik, di mana banyak politisi menggunakan humor sebagai sarana komunikasi. Namun, ketika candaan melibatkan isu-isu sensitif, termasuk agama atau tradisi, dampaknya dapat lebih luas dan memicu respons emosional. Dalam hal ini, pernyataan Suswono yang dianggap bercanda oleh sebagian kalangan, justru dinilai melanggar batas oleh yang lain, terutama Ormas Betawi Bangkit.
Mus Gaber menyarankan agar semua pihak dapat melihat humor dalam politik sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, namun tetap dalam batasan yang tidak melukai atau merendahkan martabat seseorang atau komunitas. Menurutnya, dalam setiap candaan terdapat batasan yang sebaiknya dihormati agar tidak menimbulkan polemik yang berlebihan.
Laporan Ormas Betawi Bangkit ke Bawaslu atas pernyataan Suswono mencerminkan respons emosional dari sebagian kelompok masyarakat yang merasa tersinggung. Tokoh masyarakat Betawi lain seperti Mus Gaber mengingatkan, laporan tersebut tidak mewakili sikap seluruh warga Betawi. Di tengah dinamika politik dan kebebasan berekspresi, menyelesaikan perbedaan pandangan melalui dialog dapat menjadi solusi yang lebih efektif dan bijak daripada membawa permasalahan ini ke ranah hukum.
Dalam iklim demokrasi, kebebasan berbicara dan kritik adalah hak setiap individu, namun perlu diimbangi dengan tanggung jawab dan rasa saling menghargai agar tidak menimbulkan ketegangan sosial yang tidak perlu. Di sisi lain, masyarakat juga perlu bijaksana dalam menanggapi perbedaan pandangan, terutama dalam konteks politik yang kerap kali memunculkan kontroversi.(c@kra)