MoneyTalk, Jakarta – Pada Kamis, 14 November, Indonesia Lawyers Club (ILC) mengadakan diskusi yang mengangkat tema menarik, yaitu “Lapor Mas Wapres, Antara Apresiasi dan Pencitraan”. Diskusi ini menghadirkan berbagai narasumber. Salah satunya adalah Adi Prayitno, seorang pengamat politik yang memberikan pandangan kritis terkait peluncuran kanal laporan langsung kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Tema ini menyoroti langkah baru Wapres Gibran dalam membuka kanal pengaduan publik. Diskusi juga membahas bagaimana hal ini dipersepsikan oleh masyarakat sebagai bentuk apresiasi atau justru sekadar pencitraan politik.
Adi Prayitno memulai dengan menggali kembali konsep demokrasi langsung (direct democracy) yang dipraktikkan sejak zaman Yunani Kuno. Di masa itu, warga berkumpul untuk menyampaikan keluhan dan aspirasi mereka secara langsung kepada pemimpin. Namun, di era modern seperti sekarang dengan populasi yang begitu besar, terutama di negara seperti Indonesia yang memiliki lebih dari 270 juta penduduk, pemimpin tentu memiliki keterbatasan dalam mendengarkan langsung semua keluhan rakyat.
Sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), model komunikasi langsung dengan publik melalui kanal aduan sudah diterapkan. Presiden SBY membuka jalur SMS dan surat untuk menerima pengaduan masyarakat. Selama periode kepemimpinannya, tercatat ada sekitar 3,5 juta SMS yang masuk dan sekitar 100.000 surat dari rakyat. Hal serupa dilanjutkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan kanal Lapor Presiden. Di tingkat lokal, inovasi ini juga dilakukan oleh sejumlah kepala daerah seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Ganjar Pranowo.
Menurut Adi Prayitno, pola komunikasi seperti ini pada dasarnya merupakan upaya membangun interaksi yang simultan dan langsung antara pemimpin dan rakyatnya. Namun, yang menjadi persoalan adalah sejauh mana laporan-laporan ini benar-benar dieksekusi, bukan sekadar menjadi simbol komunikasi tanpa tindak lanjut yang nyata.
Peluncuran kanal Lapor Mas Wapres oleh Gibran Rakabuming Raka baru-baru ini mendapat perhatian publik. Adi Prayitno menyoroti respons masyarakat yang terbagi menjadi dua kutub, terutama di media sosial seperti X (sebelumnya Twitter) dan Instagram. Ada yang memberikan apresiasi, namun tidak sedikit yang skeptis dan menilai langkah ini sekadar pencitraan politik.
Dari pantauan Adi di media sosial, respons di platform X cenderung negatif, di mana mayoritas pengguna meragukan efektivitas kanal pengaduan ini. Banyak yang mengeluhkan laporan mereka yang tidak mendapat tanggapan, bahkan sekadar centang satu di WhatsApp selama berhari-hari. Sementara itu di Instagram, ada sedikit optimisme dengan ajakan untuk tidak buru-buru menghakimi dan memberikan kesempatan kepada Wapres Gibran untuk membuktikan terobosan ini.
Adi Prayitno menyampaikan kritik tajam terkait efektivitas kanal pengaduan yang sudah ada sejak era SBY hingga Jokowi. Meskipun kanal aduan dibuka, banyak laporan publik terkait isu-isu penting seperti illegal logging, mafia tanah, dan korupsi yang tidak kunjung diselesaikan dengan cepat dan tuntas. Ini menyebabkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah tetap rendah.
Adi menekankan bahwa masyarakat memiliki ekspektasi tinggi terhadap kanal “Lapor Mas Wapres” ini. Mereka berharap akses langsung kepada Wakil Presiden bisa memberikan solusi cepat dan konkret terhadap persoalan yang selama ini terbelit birokrasi. Namun, apabila hal ini tidak diiringi dengan respons yang nyata dan eksekusi yang efektif, maka kanal tersebut hanya akan menjadi gimik politik belaka.
Adi Prayitno mengatakan, ini adalah momen penting bagi Gibran sebagai Wakil Presiden. Gibran yang baru saja dilantik bersama Prabowo Subianto dinilai perlu membuktikan bahwa ia bukan sekadar figur pendamping, melainkan pemimpin yang memiliki kapasitas untuk bekerja nyata. Langkah-langkah awal seperti peluncuran kanal aduan dan kebijakan lain seperti pembagian susu gratis telah menarik perhatian, meskipun tak lepas dari kritik dan sindiran.
Menurut Adi, satu-satunya cara untuk mengubah persepsi negatif publik adalah dengan membuktikan bahwa laporan-laporan yang masuk benar-benar ditangani dan diselesaikan. Grafik capaian seperti “dari 1.000 laporan, 500 sudah dieksekusi” akan menjadi bukti nyata bahwa kanal ini bukan sekadar alat pencitraan.(c@kra)