China, Musuh atau Sahabat?

  • Bagikan
China, Musuh atau Sahabat?
China, Musuh atau Sahabat?

MoneyTalk, Jakarta – Hubungan Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) terus menjadi topik hangat di ranah politik dan diplomasi. Terutama setelah kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Beijing baru-baru ini. Dalam diskusi yang disampaikan oleh Tjoki Aprianda S., pengamat kebangsaan dan kebijakan luar negeri, hubungan ini dianggap sebagai cerminan kebijakan politik bebas-aktif Indonesia yang tetap konsisten menjalin kerja sama strategis dengan semua negara, termasuk Tiongkok. Namun, muncul pertanyaan besar: Apakah Tiongkok lebih sebagai sahabat atau ancaman bagi Indonesia?

Hubungan Indonesia dengan Tiongkok telah melewati berbagai fase, mulai dari kedekatan saat Konferensi Asia Afrika tahun 1955, hingga ketegangan pasca-G30S/PKI. Hubungan diplomatik sempat terputus selama 23 tahun sebelum dibuka kembali pada tahun 1990 di masa Orde Baru. Kini, hubungan tersebut semakin erat, terutama di bidang ekonomi. Proyek seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung, pembangunan smelter nikel di Sulawesi dan Maluku, serta kerja sama eksplorasi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) menunjukkan kedalaman relasi kedua negara.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran Tiongkok membawa kontroversi. Masuknya tenaga kerja asing asal Tiongkok kerap memicu kritik dari publik, meski pemerintah beralasan bahwa mereka mengisi posisi dengan keahlian khusus yang belum tersedia di Indonesia.

Tiongkok adalah salah satu negara dengan pengaruh global yang signifikan. Dalam laporan Asia Power Index 2024 yang dirilis oleh Lowy Institute, Tiongkok menempati peringkat kedua sebagai kekuatan global setelah Amerika Serikat. Dalam konteks Asia Tenggara, Tiongkok adalah mitra dagang utama sekaligus kekuatan militer yang dominan.

Namun, hubungan ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu isu utama adalah klaim Tiongkok atas Laut Cina Selatan melalui “sembilan garis putus-putus,” yang sebagian tumpang tindih dengan ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara. Meski Indonesia tidak mengakui klaim tersebut, aktivitas kapal-kapal Tiongkok di wilayah ini sering memicu ketegangan. Pemerintah Indonesia telah menegaskan bahwa semua kerja sama dengan Tiongkok dilakukan sesuai hukum internasional, termasuk Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982.

Kunjungan Presiden Prabowo ke Tiongkok memberikan sinyal bahwa Indonesia ingin menjaga keseimbangan hubungan dengan dua kekuatan dunia, yakni Tiongkok dan Amerika Serikat. Hal ini menegaskan bahwa Indonesia tetap menjalankan politik bebas-aktif, dengan tidak memihak secara mutlak kepada satu blok tertentu.

Proyek pembangunan bersama di bidang maritim, perikanan, dan energi yang baru-baru ini disepakati dengan Tiongkok adalah bukti konkret dari pendekatan ini. Namun, Prabowo juga menegaskan bahwa hubungan dengan Tiongkok tidak akan mengorbankan kedaulatan Indonesia. Pernyataan ini sekaligus merespons kekhawatiran publik terhadap dominasi Tiongkok di berbagai sektor strategis Indonesia.

Menjawab pertanyaan ini bukanlah hal yang sederhana. Di satu sisi, Tiongkok adalah mitra strategis yang membawa investasi besar bagi pembangunan infrastruktur Indonesia. Di sisi lain, tindakan Tiongkok di Laut Cina Selatan dan dominasi ekonominya di kawasan sering dianggap sebagai ancaman potensial.

Sebagai sahabat, Tiongkok menawarkan peluang besar melalui investasi dan perdagangan. Namun, sebagai pesaing, Tiongkok dapat memengaruhi kebijakan domestik Indonesia dan menimbulkan ketegangan di sektor-sektor tertentu.

Hubungan Indonesia-Tiongkok memerlukan pendekatan yang hati-hati dan terukur. Pemerintah perlu memastikan bahwa kerja sama dengan Tiongkok membawa manfaat maksimal bagi rakyat Indonesia tanpa mengorbankan kepentingan nasional. Transparansi, pengawasan ketat terhadap proyek investasi, serta pemahaman mendalam tentang dinamika geopolitik adalah kunci untuk menjaga hubungan konstruktif ini.

Pada akhirnya, Tiongkok bukan semata musuh atau sahabat. Ia adalah mitra yang harus didekati dengan kombinasi pragmatisme dan kewaspadaan demi menjaga kedaulatan dan kepentingan bangsa Indonesia di kancah global.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *