Pembahasan RUU EBET, RUU KIA, dan RUU KSDAHE Diperpanjang

  • Bagikan
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad saat memimpin Paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (13/4/2023). Foto : Arief/Man

JAKARTA, MoneyTalk – Rapat Paripurna ke-21 Masa Sidang IV DPR RI tahun sidang 2022-2023 menyetujui perpanjangan waktu pembahasan terhadap tiga Rancangan Undang-Undang (RUU).

Ketiga RUU tersebut yakni RUU tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET), RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE), dan RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak.

“Apakah dapat kita setujui perpanjangan waktu pembahasan terhadap ketiga RUU tersebut sampai dengan masa persidangan lima yang akan datang, apakah dapat kita setujui?” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dalam rapat paripurna,” tanya Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad saat memimpin Paripurna, disusul dengan teriakan persetujuan dari anggota DPR yang hadir dalam Rapat Paripurna Kamis (13/4).

Sebelumnya, Lanjut Dasco, pimpinan DPR menerima laporan dari pimpinan komisi terkait yang membahas tiga RUU tersebut, yakni Komisi VII DPR yang membahas RUU tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan, RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dibahas oleh Komisi IV, serta RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak yang dibahas oleh Komisi VIII DPR RI.

Khusus untuk RUU EBET yang mengalami perpanjangan waktu pembahasan ini, Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Patijaya di lain kesempatan sempat mengatakan bahwa salah satu penyebab pembahasan RUU EBET ini terhambat pembahasannya adalah karena lamban nya pemerintah menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM). Dimana DIM baru diserahkan sekitar dua bulan lalu.

“Selama pemerintah belum menyerahkan DIM, maka DPR RI tentu belum dapat membahas tentang RUU EBET tersebut,” ujar Bambang Patijaya di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan Jakarta beberapa waktu lalu.

Selain itu, lanjut Bambang, salah satu yang masih perlu dibahas lebih dalam di DIM tersebut adalah terkait Power Wheeling.

Hal ini perlu dibahas untuk menjadi sebuah kepastian berinvestasi, sehingga produksi energy yang ada bisa terserap atau dimanfaatkan dengan baik.

“Sementara sejauh ini PLN idle, dia hanya bisa memanfaatkan energy yang dimiliki hanya sekitar 60 persen. Sedangkan 40 persennya menganggur. Ditambah kelak kita menggunakan EBET maka cadangan energy listrik kita akan semakin surplus. Inilah yang masih harus perlu dibahas dalam RUU EBET,” papar politisi dari Fraksi Partai Golkar ini.

Selain itu, terkait RUU KSDAHE, Komisi IV DPR RI memandang penting untuk menyelesaikan revisi undang-undang itu. Hal itu karena konservasi menjadi urgensi untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya yang begitu dahsyat di Indonesia.

Selain itu, mengingat pula konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tidak dapat terlepas dari keterlibatan masyarakat, maka perlu adanya pengaturan mengenai partisipasi masyarakat umum, termasuk di dalamnya masyarakat sekitar kawasan konservasi dan masyarakat hukum adat.

“Kita ingin pikirkan bersama bagaimana membangun sebuah payung hukum, sebuah undang-undang dimana pembangunan ekonomi ini bisa berlangsung bersama dengan pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem pembangunan ekonomi bisa berjalan bersama dengan upaya konservasi,” ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Budisatrio Djiwandono beberapa waktu lalu.

“Untuk itu kami Komisi IV DPR RI memandang partisipasi publik dalam menyusun penyempurnaan revisi undang-undang ini sangat dibutuhkan,” tambahnya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *