Mantap..!!! MK merubah persyaratan pencalonan Kepala Daerah Di Pilkada 2024
MoneyTalk, Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang mengubah syarat pengusungan pasangan calon (paslon) dalam Pilkada Serentak 2024, mengundang berbagai pendapat dan interpretasi di kalangan publik serta para ahli.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah syarat pengusungan pasangan calon (paslon) dalam Pilkada Serentak 2024. Salah satu poin penting dalam putusan tersebut adalah partai politik di provinsi dengan jumlah penduduk antara 6 juta hingga 12 juta jiwa dapat mengusung calon jika memperoleh 7,5 persen suara.
Dengan demikian, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dapat mengusung kandidat sendiri pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024. PDIP meraih 15 kursi dari total 106 kursi di DPRD DKI Jakarta untuk periode 2024-2029.
Pembina Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengapresiasi putusan MK tersebut. “BRAVO MK! Dalam Putusan No.60/PUU-XXII/2024, MK telah mengubah persyaratan pengusungan paslon di Pilkada dengan menyesuaikan persentase seperti pada syarat pencalonan perseorangan. HEBAT MK!” ujarnya melalui akun X @titianggraini, MoneyTalk telah mengutip di Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Menurut Titi, dengan putusan ini, PDIP yang sebelumnya belum bisa mengusung kandidat sendiri, kini dapat mencalonkan pasangan pada Pilgub DKI Jakarta. Sebelumnya, PDIP siap mengusung pasangan Anies Rasyid Baswedan-Hendrar Prihadi.
“Dengan Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 ini, partai politik di Jakarta hanya perlu memperoleh 7,5 persen suara pada pemilu DPRD terakhir untuk dapat mengusung paslon di Pilkada Jakarta. Artinya, PDIP bisa mengusung calonnya sendiri di Pilkada Jakarta,” jelas Titi.
Dari sudut pandang positif, keputusan ini dipandang sebagai langkah progresif yang dapat meningkatkan inklusivitas dalam kontestasi politik daerah. Dengan menurunkan ambang batas suara yang dibutuhkan bagi partai politik untuk mengusung paslon, MK membuka peluang bagi lebih banyak partai untuk berpartisipasi aktif dalam pilkada, terutama di provinsi-provinsi dengan jumlah penduduk yang besar. Hal ini dapat memperkaya pilihan bagi pemilih dan mendorong kompetisi yang lebih sehat dalam proses demokrasi lokal.
Namun, ada juga pandangan kritis terkait keputusan ini. Beberapa pihak mungkin melihat putusan ini sebagai potensi untuk memperlemah stabilitas politik, karena partai-partai yang lebih kecil atau dengan basis dukungan terbatas dapat lebih mudah mengusung calon tanpa dukungan yang kuat. Ini bisa menyebabkan fragmentasi politik yang lebih besar dan potensi koalisi yang rapuh, yang pada akhirnya dapat memengaruhi efektivitas pemerintahan daerah.
Selain itu, perubahan aturan di tengah persiapan Pilkada juga bisa menimbulkan ketidakpastian bagi partai-partai yang sudah mempersiapkan strategi mereka berdasarkan aturan sebelumnya. Ada kekhawatiran bahwa perubahan ini bisa memicu perdebatan politik yang lebih besar dan menimbulkan ketidakpastian dalam proses pemilihan.
Secara keseluruhan, Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 membawa implikasi yang signifikan bagi dinamika politik lokal di Indonesia. Meskipun bertujuan untuk memperbaiki dan memperluas partisipasi dalam Pilkada, keberhasilan implementasinya akan sangat tergantung pada bagaimana partai-partai politik dan masyarakat merespons perubahan ini.(c@kra)