Isi Kabinet Pemerintahan Prabowo, Profesional Atau Politisi ?
MoneyTalk,Jakarta – Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, akan dilantik pada 20 Oktober 2024. Menjelang pelantikan tersebut, Ketua Dewan Pembina Forum Masyarakat Indonesia Emas (Formas), Hashim Djojohadikusumo, menyinggung perihal sosok-sosok yang akan mengisi kursi menteri di kabinet pemerintahan baru.
Sebelum Hashim Djojohadikusumo berbicara, lebih baik pengamat politik Muhammad Qodari berbicara yang mengatakan Prabowo Subianto telah memulai proses penyeleksian beberapa nama untuk dijadikan menteri di kabinetnya. Pertanyaan yang muncul adalah apakah Prabowo akan memilih kabinet yang diisi oleh para ahli di bidangnya (zaken kabinet) atau akan lebih mengakomodir politisi dari partai-partai yang tergabung dalam koalisi pendukungnya, yaitu Koalisi Indonesia Maju.
Dan pendapat Qodari tentang Penyusunan Kabinet Pemerintahan Prabowo Gibran telah disiarkan di Kabar Pilkada tvOne, Rabu (11/09).
Kemudian Qodari menjelaskan bahwa istilah “zaken kabinet” berasal dari terminologi bahasa Belanda yang merujuk pada kabinet yang diisi oleh menteri-menteri yang ahli di bidang yang mereka jabat. Di era Reformasi, istilah ini seringkali diartikan sebagai kabinet yang tidak diisi oleh politisi, melainkan oleh para profesional non-partisan.
Namun, Qodari menggarisbawahi bahwa Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani, mencoba mengubah perspektif tersebut dengan menekankan bahwa “zaken kabinet” bukan berarti kabinet yang hanya diisi oleh non-politisi, tetapi bisa juga diisi oleh politisi yang memiliki kompetensi atau keahlian di bidang tertentu. Sebagai contoh, seorang Menteri Keuangan seharusnya memiliki latar belakang ekonomi, sementara Menteri Pekerjaan Umum harus berasal dari kalangan insinyur, khususnya insinyur sipil.
Realita politik Indonesia menunjukkan bahwa kabinet sering kali diisi oleh orang-orang dari partai politik. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan dukungan dari legislatif untuk menjalankan pemerintahan secara efektif. Oleh karena itu, representasi partai politik di kabinet biasanya menjadi kompromi untuk mendapatkan dukungan di parlemen.
Qodari memprediksi bahwa pada era pemerintahan Prabowo-Gibran, proporsi menteri yang berasal dari partai politik mungkin akan lebih banyak dibandingkan dengan era pemerintahan Joko Widodo. Dengan lebih banyak partai yang bergabung dalam koalisi pemerintahan, seperti kemungkinan bergabungnya PKS dan potensi PDI Perjuangan untuk bergabung di kemudian hari, jumlah menteri dari partai politik bisa meningkat.
Qodari juga menyebutkan bahwa Ahmad Muzani ingin menghilangkan dikotomi yang selama ini diciptakan oleh masyarakat dan media, yang seringkali menganggap politisi tidak memiliki keahlian di bidang yang mereka jabat. Muzani menekankan bahwa zaken kabinet bisa saja diisi oleh orang-orang yang berasal dari partai politik selama mereka memiliki keahlian yang sesuai dengan posisi kementerian yang dijabat.
Ke depan, partai politik diharapkan lebih selektif dalam mengajukan nama-nama kandidat menteri. Tidak cukup hanya dekat dengan ketua umum partai, kandidat tersebut juga harus memiliki latar belakang pendidikan dan karier yang relevan dengan pos kementerian yang akan dijabat.
Saat ini, PDI Perjuangan diperkirakan akan berada di luar pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi perkembangan politik yang memungkinkan PDI Perjuangan bergabung ke dalam kabinet. Jika PDI Perjuangan masuk, maka portofolio menteri yang diisi oleh politisi akan semakin banyak, terutama mengingat potensi tambahan menteri dari partai politik lainnya seperti PKS,ujar Qodari
Qodari menyimpulkan bahwa baik kabinet yang diisi oleh politisi maupun profesional non-politisi, yang terpenting adalah kemampuan mereka dalam mengemban tugas dan amanah sesuai bidang masing-masing. Pemerintahan Prabowo-Gibran diharapkan bisa menghasilkan kabinet yang lebih kuat dan profesional dengan menempatkan orang-orang yang ahli di bidangnya, baik dari kalangan politisi maupun non-politisi.(c@kra)