MoneyTalk, Jakarta – Habib Rizieq Shihab bersama beberapa tokoh masyarakat telah mengajukan gugatan perdata terhadap Presiden Joko Widodo dengan tuntutan yang mencengangkan, yakni ganti rugi sebesar Rp 5.246,75 triliun. Gugatan ini telah resmi terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 661/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst. Gugatan terdaftar pada 30 September 2024.
Berikut adalah rincian dari isi gugatan, respons pihak Istana, serta implikasi yang mungkin timbul dari proses hukum ini.
Dalam gugatan tersebut, penggugat tidak hanya Habib Rizieq. Ia juga didukung oleh beberapa tokoh lain seperti Munarman, Eko Santjojo, Edy Mulyadi, Mursalim, Marwan Batubara, dan Soenarko. Ada tiga tuntutan utama yang diajukan antara lain:
Mengabulkan Gugatan Secara Keseluruhan. Para penggugat meminta pengadilan agar mengabulkan gugatan ini tanpa perubahan apapun, sebagai bentuk pengakuan penuh atas klaim mereka terhadap Presiden.
Pernyataan Perbuatan Melanggar Hukum. Penggugat menginginkan agar pengadilan secara tegas menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah melakukan tindakan yang dianggap melanggar hukum dalam konteks yang belum dijelaskan secara rinci dalam dokumen publik saat ini.
Tuntutan Ganti Rugi Sebesar Rp 5.246,75 Triliun. Tuntutan terbesar dalam gugatan ini adalah permintaan ganti rugi materiil yang mencapai Rp 5.246,75 triliun, yang akan disetorkan ke kas negara. Nilai ganti rugi yang begitu besar ini mencuri perhatian publik dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai dasar perhitungan dan logika hukum yang mendasarinya.
Merespons gugatan tersebut, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak konstitusional untuk mengajukan gugatan hukum. Namun, ia juga mengingatkan pentingnya tanggung jawab dalam mengajukan gugatan, terutama ketika melibatkan tokoh publik seperti Presiden Republik Indonesia.
Dini menekankan bahwa proses hukum harus dipandang sebagai sarana pencarian keadilan yang serius dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan sensasi atau provokasi. Menurutnya, prinsip dasar bahwa setiap orang yang mengajukan klaim harus membuktikannya dengan bukti konkret harus tetap dijunjung tinggi.
“Istana tidak dapat memberikan tanggapan lebih lanjut karena ini masih dalam proses pengadilan. Kita akan melihat perkembangan yang ada untuk mengetahui apakah gugatan ini ditujukan pada Presiden Jokowi sebagai kepala negara atau sebagai pribadi,” ujar Dini.
Gugatan ini mengundang perhatian luas dari masyarakat, terutama karena melibatkan sosok kontroversial seperti Habib Rizieq dan nilai tuntutan yang amat besar. Beberapa kalangan menilai gugatan ini memiliki unsur sensasional. Sebagian lainnya menganggapnya sebagai bentuk protes dari kelompok yang memiliki perbedaan pandangan politik dengan pemerintahan Jokowi.
Menurut beberapa ahli hukum, gugatan dengan nilai sebesar ini mungkin akan menghadapi tantangan di pengadilan. Terutama karena penggugat harus dapat membuktikan kerugian yang diklaim dengan detail yang jelas dan rinci.
“Gugatan dengan nominal fantastis seperti ini cenderung memerlukan pembuktian yang luar biasa berat. Selain bukti kerugian yang jelas, penggugat harus membuktikan hubungan sebab-akibat langsung antara tindakan tergugat dengan kerugian yang diakui,” ujar seorang pakar hukum perdata.
Di dunia hukum perdata, nilai ganti rugi yang tinggi seperti ini harus didukung oleh bukti kuat terkait besaran kerugian yang dituntut. Dalam kasus ini, pengadilan perlu meneliti lebih lanjut bukti-bukti yang disiapkan penggugat, sementara tergugat (Presiden Jokowi) dapat saja mengajukan bantahan.
Jika gugatan ini dinilai tidak memiliki dasar bukti yang kuat, pengadilan dapat menolak gugatan tersebut. Namun, jika dinilai memenuhi unsur tertentu, pengadilan akan melanjutkan prosesnya dengan memanggil kedua belah pihak untuk persidangan dan penyampaian bukti-bukti.
Presiden Joko Widodo telah menjalankan kepemimpinannya selama hampir 10 tahun dan menghadapi berbagai bentuk kritik serta gugatan hukum sepanjang pemerintahannya. Meskipun demikian, tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahannya tetap tinggi, dengan survei terbaru menunjukkan tingkat kepuasan mencapai sekitar 75%.
Jika gugatan ini terus berlanjut hingga sidang, maka hal ini dapat mempengaruhi persepsi publik mengenai posisi hukum seorang presiden, khususnya dalam konteks kasus perdata yang melibatkan tuntutan triliunan rupiah.
Gugatan yang diajukan oleh Habib Rizieq dan rekan-rekan terhadap Presiden Jokowi ini merupakan salah satu kasus besar dalam sejarah peradilan Indonesia. Proses pengadilan yang menyertainya akan menjadi ujian bagi prinsip-prinsip hukum dan transparansi sistem peradilan. Pihak Istana menanggapi gugatan ini dengan sikap tenang sambil menunggu perkembangan lebih lanjut dari proses pengadilan.
Kini, semua mata tertuju pada PN Jakarta Pusat untuk melihat bagaimana kasus ini akan ditangani. Masyarakat dan berbagai pihak berharap agar proses hukum ini berjalan adil dan terbuka, serta tetap berada dalam kerangka hukum yang berlaku di Indonesia.(c@kra)