MoneyTalk,Jakarta – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah tulang punggung salah satu sektor hajat hidup orang banyak (minyak dan gas bumi/migas dan ketenagalistrikan) dalam mencapai sasaran kemandirian energi atau swasembada energi bangsa.
Persyarat untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan perubahan paradigma dan pola pikir (mindset) Pertamina dan PLN dalam melakukan transisi energi.
Yang lebih penting harus melakukan perombakan besar-besaran dalam jajaran direksi dan komisaris Pertamina dan PLN yang tidak mendukung ke arah pencapaian misi swasembada energi yang sudah dicanangkan oleh Presiden Prabowo dari misi kedua dari Asta Citanya, ujar Defiyan Cori dari Ekonom Konstitusi
Jangan seperti kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia hanya berkutat pada permasalahan subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akan segera diterapkannya, jelas Defiyan Cori
Dan menurut Defiyan Cori ada lima kebijakan yang harus dirumuskan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Energi (KESDM) pimpinan Bahlil Lahadalia bersama Pertamina dan PLN.
Pertama, Kebijakan Penetapan Harga (Pricing Setting Policy) harus ada penetapan harga BBM yang lebih konstan atau stabil dari harga patokan minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price) dan bagi hasil kontrak karya sebagaimana yang diwajibkan kepada harga pasar domestik (Domestic Market Obligation) bagi penetapan tarif dasar listrik (TDL). Namun, hal ini juga harus dilengkapi dengan kewajiban BUMN Pertamina untuk mengalokasikan dana melalui harga migas dan BBM untuk pengembangan EBT (EBT’s Dues Oil Funding/EDF). Rumusan kebijakan harga yang lebih terjangkau (affordable price) bagi masyarakat mungkin dapat dilakukan dengan mengkaji ulang (review) formula harga yang ditetapkan oleh pemerintah, termasuk menghilangkan beban pajak yang berlebihan.
Kedua, Optimalisasi jalur kritis distribusi BBM subsidi dan promosi secara intensif penggunaan produk BBM bersih dan ramah lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas pengawasan penyaluran atau distribusi BBM subsidi oleh Izin Usaha Niaga (INU) yang berpotensi melakukan penyimpangan melalui pembentukan satuan tugas khusus (satgasus). Langkah ini harus dilakukan secara beriringan dengan aksi korporasi melalui bauran promosi oleh BUMN Pertamina agar peningkatan penjualan BBM bersih dan ramah lingkungan terjadi. Dengan demikian penurunan alokasi subsidi dan kompensasi BBM akan diikuti oleh penjualan BBM non subsidi yang semakin berkontribusi bagi laba Pertamina. Apalagi, Pertamina pada 10 Desember 2024 genap berusia 67 tahun adalah penguasa pasar terkontrol (captive market) yang merupakan mandat konstitusi Pasal 33 UUD 1945.
Ketiga, melakukan akselerasi program peremajaan kilang menuju total konversi dan peningkatan efektifitas dan efisiensi produksi energi dengan kualitas produk BBM terbaik. Untuk mencapai total konversi, maka percepatan peremajaan pembangunan kilang harus dilakukan sejalan dengan kewajiban memasok minyak mentah untuk diolah di dalam negeri oleh Pertamina. Peningkatan hasil produksi olahan minyak mentah dan turunannya (seperti petrokimia, aspal dan lain-lain) dari kilang Pertamina otomatis akan berkualitas dan meningkat jika pemerintah memberikan kepastian jaminan pasokan minyak mentah (crude oil). Hal ini tentu akan mengurangi secara bertahap ketergantungan Indonesia selama ini terhadap produk BBM yang menguras devisa negara serta menimbulkan defisit APBN berkelanjutan.
Keempat, peningkatan produksi dan pemasaran produk EBT ditengah masyarakat dalam mendukung gaya hidup bersih dan ramah lingkungan. Praktek terbaik (best practices) konversi minyak tanah dulu ke gas elpiji patut diujiterapkan dalam rangka mencapai sasaran nol emisi karbon dan pengurangan beban subsidi elpiji 3kg serta ketergantungan impor produk gas. Pemerintah harus menjadi pelopor dalam mendorong masyarakat konsumen melakukan transisi energi ini dengan berbagai kebijakan insentif dan disinsentif sehingga pemanfaatan sumber daya EBT di dalam negeri optimal. Sebagai bagian dari komitmen dan konsistensi tindaklanjut kebijakan menurunkan bahan bakar industri energi sumber fosil atau sunset energy policy.
Last but not least, yaitu sinergi BUMN sektor energi Pertamina dan PLN merupakan keharusan dalam mendukung sasaran swasembada energi nasional. Tanpa sinergitas Pertamina dan PLN, maka transisi energi serta dukungan bagi keuangan negara, khususnya mengatasi defisit APBN tidak akan mungkin terjadi.
Oleh karena itu, kewajiban pemanfaatan EBT juga harus diberlakukan bagi kedua BUMN strategis dan yang menguasai hajat hidup orang banyak ini. Dukungan dan masukan dari seluruh pemangku kepentingan (multi stakeholders) mutlak diperlukan, termasuk dalam hal menetapkan kebijakan harga BBM subsidi dan kelompok sasaran penerima manfaatnya. Semoga pokok-pokok pikiran perencanaan strategis ini dapat menjadi masukan atau sumbang saran yang bermanfaat, pungkasnya.