MoneyTalk,Jakarta – Tak kuasa melihat negara yang baru dimerdekakannya masih bergantung dengan perusahaan Belanda dalam hal energi. Sukarno mengambil resiko dengan membentuk Badan Nasionalisasi (BANAS) untuk mengambil alih seluruh perusahaan Belanda termasuk perusahaan listrik pada tahun 1958. Inilah yang disebut sikap patriotisme.
Suharto kemudian memperkuat PLN dengan membangun berbagai pembangkit demi program Listrik Masuk Desa (LMD) pada 1978. Suharto semakin memperkokoh posisi negara yang diwakili PLN dengan membuat UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan. Yang mewajibkan listrik dikelola terpusat oleh PLN. Inilah yang disebut sikap nasionalisme.
Lalu bagaimana kebijakan Prabowo terhadap ketenagalistrikan dan PLN?
Inggris baru saja menutup PLTU terakhirnya Ratchliffe-on-Soar yang telah beroperasi selama 57 tahun, pada September 2024. Penutupan ini mengakhiri era pembakaran batubara untuk energi listrik yang sudah berlangsung selama 142 tahun. Pada puncaknya di tahun 1990, batubara menyediakan 80 persen listrik di negara tempat lahirnya revolusi industri itu.
Sementara Indonesia, negara yang industrinya baru lahir di masa orde baru, selalu gagal mengembangkan industrinya. Kalah jauh dari China yang start-nya dibelakang Indonesia. Hal ini karena China membuat murah energi listrik untuk rakyat dan industrinya. Walaupun sumber energi listriknya sebagian masih bergantung pada batubara Indonesia.
Indonesia memiliki 160 tambang batubara dan merupakan negara produsen batubara ketiga terbesar di dunia setelah China dan India. Tapi Indonesia merupakan negara pengekspor batubara nomor satu di dunia. Pada tahun 2023, dari produksi batubara sebesar 775 juta ton, total ekspor sebesar 379 juta ton dengan nilai USD 34,5 miliar (data BPS). Cadangan batubara Indonesia sendiri diperkirakan sangat banyak dan bertahan sangat lama.
Melihat semua gambaran tersebut, Prabowo justru membuat kebijakan yang membunuh potensi negaranya sendiri. “Kami berencana untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batubara dan semua pembangkit listrik tenaga fosil dalam 15 tahun ke depan,” kata Prabowo pada KTT G20 Brasil, 20 November 2024.
Dan ternyata arahnya adalah untuk mematikan PLTU milik PLN terlebih dahulu daripada milik swasta. Seperti berita yang dilansir detik.com pada 29 November 2024 bahwa menurut Penasehat Khusus Presiden Prabowo urusan Energi, Purnomo Yusgiantoro suntik mati PLTU dapat dilakukan pada pembangkit-pembangkit PLN terlebih dahulu. Meskipun itu tetap perlu memperhatikan pembiayaan yang disebutnya cukup besar.
Perihal mematikan PLTU milik PLN, berita CNBC Indonesia pada 22 November 2024 memberitakan bahwa, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan pihaknya saat ini tengah mengkaji PLTU mana saja yang akan dipensiunkan. Berita ini dilanjuti dengan pernyataan Dirjen EBT dan Konservasi Energi, Eniya Listiani yang membeberkan bahwa PLTU Suralaya (milik PLN), PLTU Paiton (milik PLN dan swasta asing) serta PLTU Ombilin (milik PLN) ada dalam daftar pembahasan untuk dimatikan.
Selanjutnya dalam membangun pembangkit baru menggunakan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), kebijakan Prabowo adalah memberikan pihak swasta lebih besar dari negara. Seperti berita yang dilansir CNBC Indonesia pada 14 Oktober 2024 bahwa, Dirut PLN Darmawan Prasodjo menyebut 60 persen proyek pembangkit listrik baru akan dibangun oleh swasta. Alasannya memberikan persentase yang besar kepada swasta karena harus membangun ekosistem yang kondusif untuk investasi.
Kebijakan Prabowo telah sangat terbuka berpihak kepada swasta dibanding negara. Walaupun tahu bahwa swasta berorientasi meraup keuntungan sebesar besarnya, sehingga merugikan rakyat dan industri dalam negeri. Sedangkan negara berusaha semaksimal mungkin menolong rakyat dan industrinya.
Prabowo yang selalu berteriak patriotisme dan nasionalisme dalam menjalankan pemerintahannya. Ternyata hanya cover belaka. Kenyataannya justru mematikan negara (PLN) dan menyuburkan swasta dalam negeri dan asing (IPP/Independen Power Producer). Sehingga penjual es teh lebih mulia karena jujur dan tulus. Sedangkan “si penjual patriotisme” tampak tidak jujur dan tulus kepada negaranya.
Penulis : Nirmal Ilham,Tenaga Ahli DPR RI