Seruan Golput Ada Dalam Panduan Pilkada Tripilar
MoneyTalk,Jakarta – Ada hal yang baru dan menarik, dalam maklumat panduan memilih dalan Pilkada serentak yang dikeluarkan Tripilar (FPI, GNPF-U & PA 212), yang dikeluarkan pada pada 12 September 2024 di Jakarta, diteken oleh Habib Muhammad, Ust Yusuf Martak & KH Sobri Lubis.
Yakni, ada seruan untuk Golput sebagai pilihan dan hak politik yang harus dihormati. Pilihan Golput ini, tidak ada dalam Panduan Pemilu 2024 yang lalu, yang juga dikeluarkan oleh Tripilar.
Walaupun begitu, nomenklatur yang dipilih tidak dengan ungkapan Golput, melainkan dengan frasa ‘tidak memilih’. Seruan Golput (tidak memilih) ini sebagai pilihan yang harus dihormati, sebagai hak politik, tertuang dalam poin 4 maklumat, dari 5 poin yang tersedia.
Memang benar, maklumat tidak langsung mengarahkan umat untuk tidak memilih atau golput. Golput diberikan rung, dengan syarat dan kondisi (conditio sin qua non).
Awalnya, dipoin 1 umat disarankan untuk memilih calon dalam Pilkada yang memenuhi kriteria. Lalu, poin 2 mengarahkan calon yang memenuhi kriteria itu diusung oleh parpol Islam atau parpol berbasis masa Islam, atau via jalur independen. Poin 3, memilih yang paling sedikit mudhorotnya. Baru pada poin 4, jika tidak ada pilihan, opsi golput dan coblos semua bisa diambil dan harus dihormati sebagai hak politik. Dan poin 5, seruan untuk menjaga ukhuwah.
Kita coba terapkan panduan ini dalam Pilkada Jakarta, sebagai contoh:
Pertama,calon yang ada di Pilkada Jakarta tak ada yang sesuai kriteria. Karena baik Pramono, Ridwan Kamil maupun Dharma Pongruken, tak miliki sifat sidiq, amanah, tabligh, Fatonah, dll.
Pramono tidak sidiq, karena selama ini menjadi bekingan Jokowi selaku Seskab. Menjadi sekretaris atas seluruh kebohongan-kebohongan Jokowi.
RK (Ridwan Kamil) tidak sidiq, karena dulu menyinggung orang yang tinggal di PIK harus kerja di PIK. Sekarang, dia tinggal di Bandung, tapi mau cari kerjaan di Jakarta.
Dharma Pongruken tidak sidiq, karena masalah KTP pencalonan saja mencatut. Harusnya dipidana, bukan melenggang maju Pilkada.
Jadi, baru satu kriteria (sidiq) saja semua calon tidak memenuhi. Apalagi kriteria lainnya, yang diatur dalam maklumat Tripilar.
Kedua tidak ada yang hanya diusung parpol Islam atau berbasis masa Islam. RK, diusung oleh parpol yang mayoritas sekuler (Golkar, Demokrat, Gerindra, PSI, NasDem). PKS dan PKB, baru belakangan menyusul. Artinya, syarat diusung parpol Islam atau berbasis masa Islam tidak terpenuhi.
Adanya parpol PKS, PKB dan PAN tidak merepresentasikan aspirasi umat Islam. Karena kalau mereka amanah, aspiratif, tentu mengusung Anies Baswedan, bukan Ridwan Kamil.
Kalau Dharma Pongruken, meski diusung jalur independen, tapi KTP nya dapat dari nyatut. Calon pemimpin yang prosesnya tidak jujur, tak layak untuk didukung, karena cacat sejak awal.
Ketiga, semua calon mengandung mudhorot dan tidak bisa dipilih. Ibarat najis, kalau sudah tidak suci, tidak bisa dipakai untuk aktivitas ibadah memilih pemimpin.
Pramono, didukung PDIP yang jelas sekuler dan kontra Islam. RK diusung parpol KIM Plus, yang berada bersama rezim Jokowi. Jalur independen, cacat proses dan prosedur. Substansi, juga tak menjamin.
Berdasarkan analisa tersebut, maka pilihan untuk Pilkada Jakarta berdasarkan maklumat Tripilar tinggal dua, yakni Golput (tidak memilih, sebagai hak politik), atau coblos semua (sekedar berpartisipasi).
Kalau menggunakan kaidah lebih sedikit mudhorotnya, tentu Golput lebih sedikit mudhorotnya ketimbang pilih semua (coblos semua). Karena coblos semua, hanya akan melegitimasi Pilkada yang menjadi pesta Parpol dan oligarki. Sementara Golput, lebih jelas hujjahnya dihadapan Allah SWT kelak, karena berlepas diri dari seluruh maksiat dan kezaliman yang dilakukan penguasa.
Golput, bisa diterapkan di Pilkada Jakarta dan seluruh Pilkada lainnya. Karena saat ini, yang paling kecil mudhorotnya adalah tidak memilih, ketimbang memilih pemimpin dalam sistem zalim, yang kelak pilihan itu pasti akan membebani pemilihnya, karena banyaknya kezaliman dan kemaksiatan yang ditimbulkan pemimpin yang dipilih.
Penulis : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik