Mr. Bert Beri Alarm Terakhir Keamanan Data Indonesia, Tapi Tak Ada yang Mendengar!
MoneyTalk, Jakarta – Dalam sebuah perbincangan di kanal Benix pada Kamis (26/09) yang mengejutkan, hacker berkelas dunia asal Indonesia, Mr. Bert, mengungkapkan keresahannya tentang lemahnya keamanan data di negara ini. Baginya, situasi ini sudah sangat kritis, bahkan sampai menjadi lelucon di komunitas hacker internasional. Ia menyebut Indonesia sebagai “negara open source”—di mana data kita begitu mudah diakses seperti buku yang terbuka di atas meja tanpa penjagaan.
“Maaf, maaf ya. Maaf. Sampai saat ini lubang tersebut masih bisa dieksploitasi,” ungkap Mr. Bert dengan nada getir.
Baginya, pemerintah dan institusi terkait seolah menutup mata meski peringatan sudah disampaikan berulang kali. Pada 19 Maret, ia sudah memperingatkan adanya potensi serangan besar-besaran ke PDN (Pusat Data Nasional), meski tidak mengetahui dengan pasti kapan dan di mana itu akan terjadi. Benar saja, beberapa bulan kemudian, tepatnya 1 Juli, data kepolisian berhasil dijebol oleh hacker. Bagaikan pesta dalam kegelapan, para hacker ini sudah masuk jauh ke dalam sistem.
“Udah pesta powerlah itu hackernya di dalam,” katanya, menunjukkan betapa parahnya penetrasi mereka.
Lebih mengejutkan lagi, pada 8 Agustus, Mr. Bert bersama timnya berhasil memanipulasi email Kementerian Kominfo. Meski tidak menyebutnya sebagai aksi peretasan, ia merasa sakit hati karena kondisi ini memperlihatkan betapa rentannya sistem keamanan nasional. Mr. Bert mengibaratkan Indonesia sebagai negara “open source” di dunia hacker. Seperti sebuah gedung besar dengan banyak pintu yang tidak dikunci, data kita mudah diambil tanpa perlawanan berarti.
“Negara ini jadi negara opensource yang sudah tidak ada harganya,” katanya, mengkritik kebijakan keamanan digital yang selama ini dibiarkan longgar.
Tidak hanya itu, ia juga pernah dipanggil oleh Kominfo untuk membahas masalah peretasan dan bagaimana cara melindungi data, namun ironisnya, instansi lebih tertarik pada cara kerja hacker dibanding solusi nyata. Seolah pemerintah lebih penasaran untuk “bagaimana lu ngehack kita” daripada mendengarkan solusi yang diajukan Mr. Bert. Hal ini memperlihatkan bahwa fokus mereka mungkin lebih pada kekuasaan dan keamanan diri, bukan melindungi masyarakat.
“8 Agustus gue kasih tau ada serangannya. Tapi tetap aja nggak dipedulikan,” kata Mr. Bert.
Tak hanya itu, pada 12 Agustus, ia diminta untuk memberi penjelasan lebih lanjut kepada Kominfo, memperingatkan akan adanya serangan besar berikutnya yang akan sangat fatal bagi negara. Namun, lagi-lagi, suara tersebut tidak digubris.
Mr. Bert juga menyoroti lemahnya penanganan judi online yang semakin merajalela. Sebagai mantan IT judi online, ia menawarkan solusi efektif untuk menutup akses, termasuk pemblokiran server VPN dari negara tertentu. Namun, ia merasa bahwa ada “kepentingan tersembunyi” yang membuat upaya itu tidak dilaksanakan secara maksimal. Tidak hanya sampai di situ, Mr. Bert menggambarkan bagaimana password yang tidak di-enkripsi (hash) menjadi salah satu masalah terbesar.
“Password di Indonesia ini nggak di-hash. Jadi telanjang aja,” katanya. Hal ini membuat data-data pribadi kita mudah terbuka seperti pintu yang tidak terkunci.
Meski situasi tampak suram, Mr. Bert tidak kehilangan harapan. Ia menyebut bahwa di Indonesia, masih ada banyak orang-orang yang memiliki keterampilan IT yang luar biasa, yang bisa membantu memperbaiki situasi ini.
“Indonesia itu nggak kekurangan IT,” katanya. Hanya saja, mereka tidak diberi fasilitas dan dukungan yang cukup untuk mencintai negaranya dan menjaga keamanannya.
Jika diberi dukungan, Mr. Bert yakin bahwa tim “Satria Cyber”—yang terdiri dari para pakar IT yang peduli dengan Indonesia—mampu melawan segala bentuk peretasan dan mengatasi masalah keamanan data di Indonesia. Menurutnya, hacker Indonesia bukanlah orang-orang yang tidak mampu, mereka hanya membutuhkan platform dan kepercayaan untuk menunjukkan kemampuan mereka.
Dalam analogi yang sederhana, Indonesia bagaikan sebuah kapal besar dengan ribuan lubang bocor, di mana air terus menerus masuk dan mengancam tenggelamnya kapal. Namun, di atas kapal ini ada cukup banyak orang yang tahu cara menambal lubang-lubang itu. Sayangnya, kapten kapal dan para pejabat di jembatan kendali memilih untuk memalingkan muka, atau bahkan tidak tahu cara menanganinya.
Di akhir, Mr. Bert tetap optimistis. Ia percaya bahwa jika para pakar IT Indonesia diberi fasilitas dan dukungan, mereka bisa menambal lubang-lubang yang selama ini menjadi celah bagi para peretas.
“Kita bisa lawan. Percayalah, kita bisa lawan,” ujarnya penuh keyakinan. Hanya saja, perlu ada langkah nyata dari pemerintah dan masyarakat untuk benar-benar serius dalam menangani masalah ini.
Karena pada akhirnya, jika negara ini tetap membiarkan data warganya bocor begitu saja, kita tak lebih dari sebuah negara yang dijarah di siang bolong, tanpa penjaga dan tanpa perlawanan.(c@kra)