Kodat86 Desak KPK Terbitkan SPDP Terkait DJPL Pascatambang Bintan dengan Tersangka Ansar Ahmad
MoneyTalk, Jakarta – Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) mendesak KPK untuk menerbitkan SPDP terkait Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan (DJPL) pascatambang di Bintan periode 2010-2016. Proses hukum yang mengendap sejak tahun 2022 itu sudah waktunya ditingkatkan statusnya. Data dan bukti yang dimiliki KPK juga sudah cukup untuk menetapkan mantan Bupati Bintan Ansar Ahmad sebagai tersangka.
“Kami minta KPK menerbitkan SPDP terkait DJPL pascatambang di Bintan, dan mantan Bupati Bintan yang bertanggung jawab atas kasus tersebut,” kata Ketua Kodat86, Ta’in Komari, SS kepada media, Sabtu (28/9).
Menurut Cak Ta’in, KPK telah memiliki alat bukti yang cukup untuk menetapkan Ansar Ahmad, mantan Bupati Bintan dua periode 2006-2011 dan 2011-2016, sebagai tersangka. Dana yang seharusnya digunakan untuk melakukan reklamasi dan rehabilitasi lingkungan pascatambang, ternyata raib entah kemana.
Berdasarkan pengembangan informasi di lapangan, dana tersebut dipindahkan ke Singapura dengan cara membawa secara langsung menggunakan speedboat. Kejadiannya sekira tahun 2014, bertepatan dengan laporan kosongnya saldo BPR Bintan. Korelasi itu sudah ditelusuri interpol dan penyidik KPK hingga ke Singapura 2022 itu.
“Kita dulu yang melaporkan, dan kita juga yang akan mendesak kasus DJPL itu dituntaskan. Kalau perlu turun aksi lagi akan kita lakukan segera,” tegas Cak Ta’in.
Pimpinan KPK periode yang akan berakhir Desember tahun ini terhutang kasus tersebut, dan diminta untuk menuntaskannya. Kasus yang dilaporkan awal tahun 2022 sempat bergulir kencang, namun terhenti seiring munculnya perseteruan internal KPK. Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri menuding Deputy Penindakan KPK, Irjen Pol Karyoto membocorkan informasi internal, begitu juga sebaliknya.
Puncaknya Ketua KPK mengirim surat kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengembalikan tugas Irjen Pol Karyoto ke Polri. Permintaan yang langsung direspon Mabes Polri dengan menarik Karyoto dari KPK dan menempatkan sebagai Kapolda Metro Jaya. Seiring kejadian itu, KPK menetapkan Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka, bersamaan itu muncul laporan dugaan pemerasan oleh Ketua KPK Firli Bahuri kepada SYL di Polda Metro Jaya.
Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka pada 22 November 2023, melakukan praperadilan 24 November dan diputuskan hakim PN Jakarta Selatan pada 19 Desember dengan putusan menolak praperadilan dan menyatakan sah penetapan tersangka Firli Bahuri yang akhirnya membuatnya mundur dari jabatannya sebagai Ketua KPK.
“Cerita panjang itu berada di sisi lain kasus DJPL yang seharusnya sudah tuntas, karena kami tahu KPK sangat serius membongkar dugaan korupsi dana tambang yang jumlahnya mencapai ratusan miliar. Kini saatnya kasus itu dituntaskan,” jelas Cak Ta’in.
Lebih lanjut Cak Ta’in menjelaskan, Kodat86 sedang menjalin komunikasi dengan Ketua Lemtaki (Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia), Ketua Padepokan Hukum Indonesia, dan organisasi anti korupsi lainnya, untuk melakukan gerakan mendesak KPK agar menerbitkan SPDP terkait DJPL pascatambang Bintan tersebut.
“Kami sedang koordinasi untuk aksi di KPK dengan teman-teman aktivis anti korupsi lainnya. Mudah-mudahan bisa segera turun di lapangan,” ujarnya.
Hasil investigasi terhadap lahan-lahan bekas tambang di sepanjang tahun 2022 itu menemukan fakta bahwa lahan-lahan bekas tambang sepanjang tahun 2010-2016 itu dalam kondisi rusak, lahan berlubang tidak direklamasi, dan dibiarkan gundul tanpa ada reboisasi.
“Kami sudah turun ke lapangan sepanjang tahun 2022 itu, faktanya lahan bekas tambang dalam kondisi rusak, sementara dananya habis kemana? Itu kita minta diproses tuntas,” pungkas Cak Ta’in. (c@kra)