Menyoal Nyawa Bangsa Dalam Kongres Pancasila di UGM
MoneyTalk, Jakarta – Mungkin para intelektual baru setengah siuman mengadakan kongres Pancasila di UGM. Dan kali ini tema Kongres Pancasila XII tahun ini mengusung tema “Pancasila Nyawa Bangsa: Menghalau Kemerosotan Moral dalam Praktik Penyelenggaraan Berbangsa dan Bernegara.”
Mendengar dan memahami pembicaraan didalam kongres Pancasila tidak ada satupun yang bicara soal nyawa Bangsa dan negara itu berada di UUD 1945. Dimana UUD 1945 ini kemudian disembelih dengan pisau amandemen UUD 2002 dengan perubahan 97% menurut hasil penelitian Prof Kaelan.
Sekarang yang dikongreskan soal etika berbangsa dan bernegara. Tetapi lucu nya para pakar yang sok etika itu tidak membongkar bahwa pelanggaran etika paling akut adalah amandemen UUD 1945.
Tidak ada nya Naskah akademik dan rakyatpun tidak ditanya tapi tiba tiba kemufakatan jahat dicabut nya Tap MPR Tap MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum kemudian dicabut karena menurut pengamandemen di dalam UUD 1945 tidak ada aturan tentang amandemen.
Kalau cara berfikir nya begitu, apa ada di dalam UUD 1945 tentang partai politik? kok sekarang partai politik menjadi segala gala nya ?
Amandemen UUD 1945 itulah pelanggaran etika paling akut tetapi dalam kongres tidak berbicara tentang amandemen padahal amandemen itulah pencabutan nyawa berbangsa dan bernegara.
Ternyata amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945 berimplikasi pada perubahan sistem ketatanegaraan, berubahnya negara berideologi Pancasila menjadi sistem Presidensial yang pada dasarnya individualisme, liberalisme, dan kapitalisme.
Bagaimana dalam kongres Pancasila bertema nyawa bangsa tetapi tidak bicara tentang UUD 1945 yang telah di amandemen. Rupa nya dalam kongres tersebut ada usaha untuk mensetubuhkan Pancasila dengan paham Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme.
Kita perlu membedah perbedaan negara bersistem MPR berideologi Pancasila dan Negara dengan sistem Presidensial berideologi individualisme,liberalisme, dan kapitalisme. Dan agar semua ini kita semua paham dan mengerti telah terjadi penyimpangan terhadap ideologi Pancasila.
Sistem MPR adalah kolektivisme, kekeluargaan, basisnya unsur rakyat yang duduk menjadi anggota MPR yang disebut Golongan Politik yang diwakili oleh DPR. Sedangkan Golongan Fungsional yang diwakili oleh Utusan Golongan-golongan dan Utusan Daerah.
Tugasnya menetapkan politik rakyat yang disebut Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Setelah GBHN terbentuk barulah dipilih Presiden untuk menyelenggarakan GBHN. Oleh karena itu, presiden adalah mandataris MPR. Dan Presiden di masa akhir jabatannya mempertangungjawabkan GBHN yang sudah dijalankan.
Presiden tidak boleh menjalankan politiknya sendiri atau politik golongannya apa lagi Presiden sebagai petugas partai, seperti di negara komunis
Demokrasi berdasarkan Pancasila adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan. Pemilihan Presiden dilakukan dengan permusyawaratan perwakilan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan, artinya tidak semua orang bisa bermusyawarah yang dipimpin oleh bil hikmah.
Hanya para pemimpin yang punya ilmu yang bisa bermusyawarah, karena permusyawaratan bukan kalah menang bukan pertarungan tetapi memilih yang terbaik dari yang baik.
Pemilihan didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan, nilai persatuan Indonesia, Permusyawaratan perwakilan yang bertujuan untuk Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan semua hasil itu semata-mata untuk mencari ridho Allah atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perbedaan Ideologi sistem presidensiil basisnya Individualisme. Maka kekuasaan diperebutkan banyak-banyakan suara, kuat-kuatan, pertarungan, dan kalah-menang. Yang menang mayoritas dan yang kalah minoritas.
Demokrasi dengan cara-cara liberal,atau kapitalis, membutuhkan biaya yang besar menguras dana rakyat untuk tahun 2024 dibutuhkan 110,4 triliunan rupiah untuk memilih pemimpin pilkada, pileg, dan pilpres.
Dengan sistem pemilu yang serba uang bisa kita tebak maka menghasilkan para koruptor, hampir 80% kepala daerah terlibat korupsi, dan lebih banyak lagi korupsi miris seperti hal yang lumrah di negeri ini.
Begitu pula petugas KPU-nya, juga bagian dari sistem korup, kondisi bagian dari strategi pemilu.
Liberalisme, dan kapitalisme entah apa yang ada di pikiran Megawati Soekarnoputri dan punggawa di BPIP. Sudah jelas mana mungkin keadilan sosial diletakan pada sistem liberalisme atau kapitalisme jelas bertentangan dengan Pancasila.
Begitu juga para intelektual yang berbicara di Kongres Pancasila di UGM tema :tema “Pancasila Nyawa Bangsa: Menghalau Kemerosotan Moral dalam Praktik Penyelenggaraan Berbangsa dan Bernegara.”
Bagaimana mau menggalau kemerosotan moral , kalau UUD 2002 hasil amandemen sudah tidak ber nyawa Pancasila.
Apakah Pusat Study Pancasila UGM tidak tahu hasil penelitian nya Prof Kaelan ?
Guru Besar Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM).
Prof Kaelan menyatakan bahwa Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tahun 2002 tidak lagi berdasar pada Pancasila. Sebab, amandemen yang dilakukan mengubah sekitar 97 persen UUD 1945.
Dari hasil penelitian, penelitian hukum normatif dan filosofis, jadi tidak berhenti normatif tapi filosofis, bahwa konstitusi amandemen 2002 itu sudah bukan lagi amandemen. Karena yang diubah bukan satu pasal atau dua pasal, saya hitung hampir 97 persen.
Masya Allah, itu sudah bukan lagi amandemen, tetapi ganti. Jadi kita ini sudah tidak berdasarkan Pancasila,” kata Kaelan.
Dan Prof Kaelan mencontohkan pasal yang mengatur tentang HAM hanya mencomot dari HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sementara HAM menurut UUD 1945, hasil amandemem tahun 2002 tidak lagi mencerminkan Pancasila.
Karena HAM yang ada di dunia itu kan liberal, tidak memperhitungkan realisasi bahwa negara kita memandang HAM dengan nilai luhur yang bertanggung jawab, juga berketuhanan.
Penulis : Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Study Kajian Rumah Panca Sila.
Views: 11