Macan Politik yang Gagal Menjaga Moralitas

  • Bagikan
Macan Politik yang Gagal Menjaga Moralitas
Macan Politik yang Gagal Menjaga Moralitas

MoneyTalk, Hajarta – Pada acara Sate Demokrasi Episode 8 yang ditayangkan di kanal YouTube Mahfud MD Official pada Rabu (13/11), pengamat politik Ray Rangkuti mengemukakan pandangannya mengenai moralitas dalam politik Indonesia, terutama terkait dengan sosok Prabowo Subianto. Rangkuti yang merupakan pengamat politik dari Lingkar Madani, mengkritik keras perilaku beberapa aktor politik yang ia anggap gagal menjaga moralitas dalam upaya mereka mengejar kekuasaan.

Pernyataan ini membuka diskusi penting tentang bagaimana pemimpin politik yang seharusnya menjadi contoh moral bagi masyarakat, justru sering kali terjebak dalam permainan politik yang merugikan bangsa.

Salah satu poin utama yang disorot Rangkuti adalah figur Prabowo Subianto yang sering disebut-sebut sebagai “macan politik”. Dalam pandangan Rangkuti, julukan tersebut tampaknya hanya sebatas simbol kekuatan dan ketegasan, namun gagal mempertahankan nilai-nilai moral yang penting dalam politik. Ia menyoroti sering kali dalam dunia politik, kata-kata manis dan janji-janji besar hanya menjadi alat untuk meraih dukungan tanpa ada tindak lanjut yang konkret. Hal ini menurutnya menciptakan kekecewaan yang mendalam di masyarakat, yang sudah terlanjur “tertipu” oleh janji-janji politik yang tidak pernah terwujud.

Rangkuti juga mengingatkan pada masa lalu ketika Prabowo sering dijadikan simbol perubahan dan kekuatan baru dalam politik Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, ekspektasi terhadap dirinya semakin menurun karena berbagai kebijakan dan keputusan yang dianggap tidak mencerminkan nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang pemimpin negara.

Lebih lanjut Rangkuti menegaskan, krisis yang sebenarnya terjadi di Indonesia saat ini bukan hanya soal ekonomi atau politik, melainkan moralitas bangsa yang terus tergerus. Ketika pemimpin politik gagal menjaga integritas dan kejujuran dalam setiap keputusan mereka, ini bukan hanya merugikan individu, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik.

Masyarakat menjadi skeptis dan apatis terhadap proses demokrasi karena mereka merasa bahwa permainan politik yang ada hanya berfokus pada kepentingan kelompok tertentu, tanpa memperhatikan kepentingan rakyat banyak.

Dalam konteks ini, Rangkuti menyarankan agar para pemimpin politik tidak hanya berfokus pada strategi kemenangan politik, tetapi juga harus mengutamakan moralitas dan tanggung jawab sosial. Jika moralitas tidak dijaga, maka negara akan kehilangan arah dan tujuan, yang pada akhirnya akan membahayakan masa depan bangsa.

Salah satu contoh yang menarik dalam diskusi ini adalah sosok Gibran Rakabuming, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia. Gibran, yang sebelumnya dikenal sebagai Wali Kota Solo, tiba-tiba melonjak menjadi Wapres meskipun ia tidak melalui perjalanan panjang dalam dunia politik nasional. Keputusan ini menimbulkan berbagai reaksi, baik dari kalangan politikus maupun masyarakat. Banyak yang merasa ragu tentang kapasitas Gibran untuk memimpin, mengingat latar belakangnya yang relatif baru dalam politik.

Rangkuti mengamati, Gibran sering kali mencoba untuk menunjukkan identitasnya sendiri, berusaha untuk tidak hanya menjadi “bayangan” dari ayahnya, Presiden Joko Widodo. Meskipun demikian, kritik terhadap Gibran tetap muncul, terutama terkait dengan kekurangannya dalam membangun reputasi sebagai pemimpin yang memiliki moralitas yang kuat.

Rangkuti berpendapat, meskipun Gibran mencoba menampilkan gaya kepemimpinan yang lebih mandiri, ia tetap berada di bawah bayang-bayang nama besar Jokowi. Hal ini memberikan dampak pada elektabilitasnya.

Pentingnya menjaga moralitas dalam politik tidak hanya terbatas pada penghindaran tindakan korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan. Moralitas dalam politik juga mencakup kejujuran, integritas, dan tanggung jawab terhadap rakyat. Seorang pemimpin harus mampu menjadi teladan dalam menjalankan amanah yang diberikan oleh rakyat.

Jika moralitas ini hilang, maka politisi hanya akan menjadi aktor yang mengejar kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, tanpa memikirkan dampaknya bagi negara dan masyarakat.

Menurut Rangkuti, tantangan terbesar bagi politik Indonesia saat ini adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik terhadap politisi. Tanpa kepercayaan ini, demokrasi Indonesia akan semakin terancam. Oleh karena itu, sudah saatnya para pemimpin politik, terutama mereka yang telah memiliki pengaruh besar, untuk merenung dan mempertanyakan apakah tindakan mereka masih sejalan dengan nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *