Tumpul Penegakan Hukum kepada Danantara dalam Pengelolaan Uang Negara yang Dipisahkan

  • Bagikan

MoneyTalk, Jakarta – Revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) telah membawa konsekuensi besar dalam pengelolaan keuangan negara, terutama terkait dengan pemisahan kekayaan negara yang dikelola oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Perubahan itu berisiko sangat besar terhadap pelemahan pengawasan potensi penyimpangan dana negara pada BPI Danantara yang seharusnya tetap berada dalam koridor pengawasan negara melalui Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Lalu hal ini memicu pertanyaan besar yakni bagaimana aparat penegak hukum, khususnya Polisi, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menindak dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan uang negara yang dipisahkan itu?, tanya Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Sabtu 22/2/2025.

Dia sebut, revisi UU BUMN yang mengubah status kekayaan negara menjadi aset korporasi dapat menciptakan celah hukum bagi praktik korupsi. Kami yakin bahwa bukan itu niat awal Presiden Prabowo Subianto. Justru presiden ingin meningkatkan pendapatan negara menggunakan uang negara yang dipisahkan. Jangan-jangan Presiden sudah paham bahwa ide awal BPI Danantara tidak selaras dengan yang terwujud saat ini, karena justru kok malah jadi menabrak banyak ketentuan hukum positif seperti:

1. Keuangan negara yang dipisahkan tidak lagi dianggap sebagai bagian dari keuangan negara secara langsung. Akibatnya, investigasi aparat penegak hukum terhadap dugaan penyimpangan menjadi lebih sulit.
2. Pengawasan yang melemah karena peran BPK dibatasi. Sebab tanpa audit langsung dari BPK, indikasi penyimpangan keuangan sulit terdeteksi lebih awal.
3. Kurangnya transparansi dalam pengelolaan aset negara sebab model bisnis berbasis investasi dengan keterlibatan pihak swasta dapat mengaburkan alur keuangan negara.

Sehingga kata Iskandar Sitorus, kepolisian sebagai aparat pertama dalam penegakan hukum, yang memiliki tugas dalam penyelidikan awal terhadap dugaan tindak pidana korupsi, karena revisi UU BUMN menjadi menghambat kerja-kerja penyelidikan polisi. Itu terjadi karena:

1. Tidak jelas yurisdiksi hukum terkait apakah uang negara yang dipisahkan itu masih dapat dikategorikan sebagai objek penyelidikan korupsi.
2. Adanya perlindungan yang berlebihan bagi pengurus seperti direksi dan komisaris BPI Danantara/BUMN dalam pengambilan keputusan bisnis dengan itikad baik, yang dapat menjadi tameng untuk menghindari penyelidikan hukum.
3. Penyidikan menjadi lebih kompleks karena akses terhadap data keuangan BPI Danantara/BUMN yang kini diaudit oleh akuntan publik, bukan langsung oleh BPK.

Demikian juga kewenangan Kejaksaan dalam penuntutan kata Iskandar, dalam menyelidiki dan menuntut kasus korupsi yang melibatkan keuangan negara akan sulit. Sehingga dalam konteks keuangan negara yang dipisahkan, ada tantangan besar sebagai berikut:

1. Potensi kesulitan dalam membuktikan bahwa aset BPI Danantara masih termasuk dalam definisi keuangan negara.
2. Sulit menjerat pihak yang bertanggung jawab secara hukum karena regulasi baru yang lebih mengarah pada mekanisme korporasi daripada tanggung jawab publik.
3. Penghilangan kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyelidikan sebelum perkara masuk ke tahap penuntutan karena lemahnya definisi keuangan negara dalam UU baru.

Serupa dengan Polisi dan Jaksa maka KPK juga menghadapi tantangan sebagai berikut:

1. Potensi hilangnya yurisdiksi KPK atas dugaan korupsi dalam pengelolaan uang negara yang dipisahkan itu.
2. Ketidakjelasan dalam menindak penyimpangan yang terjadi dalam BPI Danantara/BUMN jika entitas ini dianggap sebagai badan usaha independen, bukan sebagai bagian dari keuangan negara.
3. Meningkatnya risiko korupsi akibat lemahnya pengawasan terhadap transaksi keuangan yang dilakukan oleh BPI Danantara/BUMN dengan pihak ketiga.

Sehingga saran IAW, ada baiknya Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah-langkah yang ideal dan bijaksana agar upaya penegakan hukum tetap kuat dalam menghadapi potensi penyimpangan dalam pengelolaan uang negara yang dipisahkan pada BPI Danantara/BUMN. Beberapa langkah terbaik yang bisa dilakukan presiden adalah:

1. Memastikan bahwa Polisi, Kejaksaan, dan KPK tetap memiliki kewenangan penuh untuk menyelidiki dan menuntut kasus korupsi yang melibatkan aset negara yang dipisahkan.
2. Menegaskan dalam bentuk regulasi yang seharusnya bahwa setiap pengelolaan uang negara yang dipisahkan tetap tunduk pada hukum anti-korupsi dan dapat diaudit oleh BPK secara menyeluruh.
3. Meningkatkan koordinasi antara lembaga penegak hukum dan lembaga pengawasan keuangan untuk memastikan deteksi dini terhadap penyimpangan.
4. Memperjelas dalam peraturan turunan bahwa setiap tindakan yang merugikan keuangan negara dalam skema investasi BPI Danantara tetap dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

Dari hal itu semua, maka kesimpulan yang bisa dipetik oleh publik bahwa revisi UU BUMN yang melemahkan status keuangan negara dalam entitas bisnis seperti BPI Danantara/BUMN berisiko melemahkan penegakan hukum terhadap dugaan korupsi. Jika tidak diantisipasi dengan regulasi tambahan, bisa saja keuangan negara menjadi celah penyimpangan tanpa pengawasan yang efektif.

Kalau antisipasi terhadap hal itu tidak dilakukan, maka bukankah itu bisa saja diartikan oleh publik bahwa Presiden Prabowo Subianto sedang berupaya untuk mendistorsi hak negara terhadap uang negara yang dipisahkan pada BPI Danantara/BUMN?

Karena uang negara yang dipisahkan umumnya terdapat dalam berbagai sektor dan bentuk entitas yang secara khusus mengelola aset negara seperti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); Lembaga Pengelola Investasi (LPI)/Sovereign Wealth Fund (SWF); Dana Pensiun dan Jaminan Sosial; Lembaga Keuangan dan Perbankan Pemerintah; Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Investasi Infrastruktur dan Yayasan dan Dana Hibah Negara, ternyata masih tetap diaudit oleh BPK dan bisa disidik oleh Polisi, Kejaksaan dan KPK. Mengapa terhadap BPI Danantara/BUMN malah diperlakukan berbeda? Bukankah itu citra yang buruk?

Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang bisa memastikan bahwa Polisi, Kejaksaan, dan KPK tetap memiliki kewenangan untuk menyelidiki, menyidik, dan menuntut dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan ini. Tanpa itu, upaya pemberantasan korupsi dalam sektor BUMN akan semakin sulit dilakukan, tutup Iskandar Sitorus.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *