Putusan MK Dinilai Berdampak Pada Peta Politik Lokal
DOMPU – Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengeluarkan putusan penting dengan nomor 60/PUU-XXII/2024 yang membawa perubahan signifikan dalam peta politik lokal.
Menanggapi hal ini, Suparman, Ketua Bidang Hukum & HAM Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Forum Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (FORMAPI), menilai salah satu dampak utama dari putusan ini adalah semakin sulitnya menghadirkan calon penantang dalam situasi “peti kosong”. Hal ini, menurutnya, dapat menghambat proses demokrasi yang sehat dengan memperkuat posisi calon tunggal yang didukung oleh partai politik besar, tanpa adanya alternatif yang berarti bagi pemilih.
*Suparman juga menyoroti keuntungan yang diberikan kepada partai politik besar yang belum mencapai ambang batas 20% kursi DPRD atau 25% suara sah, seperti PDI Perjuangan (PDIP) di Jakarta dan Gerindra di Dompu, NTB. Putusan MK memungkinkan partai-partai ini untuk mengusung calon gubernur dan calon wali kota/bupati secara mandiri, tanpa perlu membentuk koalisi.*
“Ini berpotensi memperkuat dominasi partai-partai besar dan mengurangi peluang calon dari partai kecil atau calon independen,” ungkap Suparman, 27/08/2024
Lebih lanjut, Suparman menekankan bahwa putusan itu juga mengakomodasi suara pemilih non-parlemen, namun dengan syarat yang cukup ketat. “Untuk bisa tampil dalam Pilkada, calon independen harus memenuhi syarat minimal 10% hingga 6,5% dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) di daerah masing-masing. Ini tantangan besar bagi mereka yang tidak terafiliasi dengan partai politik besar,” tambahnya.
Meski begitu, Suparman menyebutkan bahwa putusan MK ini tidak mengubah tingkat keterpilihan pemilih terhadap calon yang dipilih menurut hasil survei, kecuali jika calon teratas dihalangi oleh aturan hukum yang berlaku.
“Sementara beberapa hal mungkin tetap sama, ada risiko bahwa aturan baru ini bisa menghalangi calon yang memiliki potensi besar namun terhambat oleh regulasi,” jelasnya.