SP3 Kejagung Merusak Iklim Investasi di Sektor Bisnis Energi
MoneyTalk, Jakarta — Kejaksaan Agung penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi proyek Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Lampung milik PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.(PGN) pada periode 2011-2014 melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) memicu polemik. Kasus ini, yang diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah, kini menjadi sorotan karena banyak kalangan mempertanyakan keadilan dan transparansi dalam proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Proyek FSRU Lampung adalah fasilitas terapung yang dirancang untuk menyimpan dan mengubah gas alam cair (LNG)menjadi gas. Fasilitas ini diharapkan mendukung diversifikasi energi dan memperkuat infrastruktur distribusi gas di Indonesia. Namun, sejak dikerjakan oleh PGN pada 2011-2014, proyek tersebut tersandung berbagai masalah, mulai dari indikasi penggelembungan biaya hingga ketidaksesuaian spesifikasi teknis, yang menyebabkan tidak optimalnya operasi FSRU tersebut.
Menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), proyek ini diduga menyebabkan kerugian negara yang sangat besar. Beberapa penyimpangan yang diidentifikasi oleh BPK termasuk, hal pertama, Pembengkakan biaya yang tidak sesuai dengan perencanaan awal. kedua, Fasilitas yang tidak berfungsi optimal, sehingga tidak memberikan manfaat ekonomi sesuai harapan, ketiga, Dugaan kolusi dalam pengadaan antara pihak internal PGN dan kontraktor.
SP3 dan Polemik yang Muncul
Pada 2023, kasus ini secara mengejutkan dihentikan dengan penerbitan SP3 oleh pihak Kejagung (Kejaksaan Agung). Alasan utama yang disampaikan adalah kurangnya bukti kuat untuk melanjutkan penyidikan. Aparat menyatakan bahwa penyelidikan tidak menemukan cukup dasar untuk menjerat pihak-pihak terkait dalam tindak pidana korupsi. Namun, keputusan tersebut menimbulkan kecurigaan adanya tekanan eksternal dari pihak-pihak berkepentingan, mengingat nilai proyek yang besar serta dampaknya terhadap keuangan negara.
Keputusan SP3 ini memicu kritik dari berbagai kalangan, termasuk pakar energi dan pegiat anti-korupsi. Ridwan Hanafi, Koordinator Daulat Energy, menyampaikan kekecewaannya dalam wawancara dengan MoneyTalk.id pada Kamis (05/09) di Jakarta. “Gegara SP3 kasus FSRU PGN Lampung, negara rugi triliunan rupiah. Ini jelas-jelas preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi, dan merusak citra investasi terutama di sektor energi. Kasus ini menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam penegakan hukum kita,” tegas Ridwan.
Ridwan juga menambahkan bahwa sektor energi adalah salah satu sektor yang paling penting bagi pembangunan nasional, sehingga setiap dugaan penyimpangan harus diselesaikan dengan transparan dan bertanggung jawab.
Dampak Terhadap Reputasi PGN dan Pemerintah Penghentian kasus ini juga menimbulkan pertanyaan besar terhadap integritas dan akuntabilitas PGN sebagai BUMN. Reputasi perusahaan tersebut, yang sebelumnya menjadi andalan dalam distribusi gas, kini tercoreng akibat kasus ini. Banyak yang mendesak pemerintah untuk memperkuat pengawasan terhadap BUMN agar kasus serupa tidak terulang.
Selain itu, keputusan SP3 ini dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam penanganan kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan proyek-proyek strategis nasional.
Kasus FSRU PGN Lampung dengan kerugian negara yang besar seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk lebih serius menangani kasus-kasus korupsi di sektor strategis. Pemberian SP3 dalam kasus ini menjadi preseden buruk yang dapat mengancam upaya pemberantasan korupsi dan melemahkan keyakinan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia.(c@kra)